Hi Teens!
Udah pernah denger yang namanya Stucash? Stucash merupakan gerakan yang digagas oleh beberapa pelajar di Yogyakarta sejak beberapa tahun silam, bahkan para penggagasnya sudah masuk di dunia perkuliahan lho. Tanggal 2 Maret kemarin Stucash berhasil menggabungkan anak-anak bangsa dari berbagai SMA di Kota Pelajar untuk menyuarakan kebaikan dan mengubah stigma-stigma negatif di masyarakat tentang pelajar Yogyakarta. Salah satunya adalah tindakan touring dan coret-coret seragam SMA yang biasanya mereka lakukan ketika pengumuman hasil Ujian Nasional (UN). Yap! Sungkem merupakan jawab dari Stucash untuk berusaha mengubah stigma negatif tersebut.
Setelah pengumuman kelulusan tadi pagi, para panitia Sungkem membagikan makanan dan juga susu kepada warga yang tersebar di beberapa titik Yogyakarta, termasuk KM Nol. Mereka melakukan hal tersebut untuk menyatakan rasa syukur atas kelulusan kelas 12 tahun ini. Tidak hanya itu, siangnya mereka move ke GOR Klebengan untuk mengadakan konser amal yang seru dan rame banget! Tidak hanya kelas 12 yang mengikuti acara ini, juga ada siswa kelas 10 dan 11 yang turut serta meramaikan konser amal ini. Dari sumbangan para pelajar Yogyakarta ini, terkumpul sekitar 22 juta rupiah yang diberikan kepada Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan kemudian digunakan untuk donasi Program Pendidikan Tepian Negeri.
“Acara ini bagus sekali, karena dengan diadakannya acara ini, anak-anak kelas 12 yang biasanya coret-coretan itu bisa datang kemari dan melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat.” Kata Fahri Kurniawan, pelajar kelas 10 SMAN 6 Yogyakarta. Walaupun acara ini adalah konser amal, namun acara ini berlangsung aman dan tertib. Rita Nurhidayanti, koordinator tim kesehatan Sungkem, menuturkan bahwa sejauh acara berlangsung tidak ada panitia maupun peserta yang harus diberikan treatment. Selain itu, Rita juga menanggapi soal UN yang tidak dijadikan syarat kelulusan. Rita menganggap bahwa kelas 12 sudah terbebani dengan SBMPTN untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya karena SNMPTN menurunkan kuota pelajar yang dapat mengikutinya. Hanantasena Wahyu Pratama, Adam Adi Nugraha, dan Lintang Fajar Nugrahani yang merupakan bagian dari beberapa inisiator Stucash, sekarang mereka sudah berkuliah di UGM semua, berpesan bahwa Sungkem adalah alternatif acara untuk mengalihkan kebiasaan yang bisa dinilai kurang bermoral kepada kegiatan yang lebih kepada menyatukan dan bahkan bisa berbagi kepada sesama.
Stucash sukses menyatukan para pelajar dengan slogan mereka “Satunggaling Meera Ing Handarbeni” yang artinya ‘Meskipun berasal dari berbagai sungai berbeda, namun akhirnya berakhir di satu muara’. Miyarna Lusi, Adinda Arina, dan Nita Sugiarta yang merupakan panitia Sungkem dan anggota Stucash sepakat bahwa dari Stucash mereka bisa mendapat teman-teman baru dan mengetahui bahwa pelajar dari seluruh SMA di Yogyakarta itu sama saja. Mereka berpesan bahwa jangan sampai ada anggapan bahwa SMA yang lebih terkenal tidak mau bergaul dengan SMA yang biasa-biasa saja.
“Alhamdulillah lancar acaranya. Tidak ada yang tawuran dan berjalan dengan tertib acaranya. Bahkan hingga akhir acara para peserta tetap antusias dalam mengikuti acara ini.” Ujar Muhammad Iqbal Prayana Yoga, ketua acara Sungkem, yang sekarang sudah diterima kuliah di Jepang. Iqbal juga menegaskan bahwa menjalin persatuan harus dilakukan dengan pengorbanan apapun, oleh karena itu ia mengajak kepada seluruh pelajar di Indonesia untuk tidak membeda-bedakan antar pelajar yang berbeda sekolah dan bersatu untuk melakukan kebaikan bagi negeri ini. [RED/MIZE]
0 comments:
Post a Comment