Anak IPA Tulen Masuk Ekonomi | Shela Nur - Akuntansi FEB UGM 2012


“Hasil SNM-PTN akan diumumkan jam 16.00” Salah satu broadcast di grup WA kelas waktu itu. Seketika mengingatkanku pada dua jurusan yang ada di Universitas Gadjah Mada yang aku pilih. Satu jurusan pilihan orang tua, dan yang lain pilihan diri sendiri. Pilihan pertama adalah Pendidikan Dokter yang dari awal hingga SNM-PTN akan ditutup tidak pernah terbesit sedikit pun untuk memilih jurusan itu, sedangkan jurusan kedua adalah Akuntansi yang sejak awal masuk SMA, bahkan sejak duduk di kelas VIII SMP sudah menarik bagi saya. Memang ada cerita lucu yang melatarbelakangi kenapa orang tua meminta saya untuk memilih Pendidikan Dokter. Sudahlah, ceritanya panjang.
Saya buka portal hasil SNM-PTN di salah satu warnet dekat rumah, was-was saya diterima atau tidak, dan ternyata disana tertulis tulisan dengan warna hijau, aman-aman, berarti saya Lolos. Kemudian, pada pilihan berapa saya diterima, itu pertanyaan selanjutnya, saya menutupi layar komputer dengan tangan, pelan-pelan saya scroll layarnya, dan ternyata saya diterima di pilihan kedua. Oke baiklah, bingung harus bahagia atau tidak, mengingat ini adalah pertama kali hasil yang berseberangan dengan keinginan orang tua. Jelas, orang tua kecewa.
.---.
Gadjah Mada Muda –Gamada , mungkin saya bagian dari kelompok kecil yang waktu itu sudah berniat untuk tes SBM-PTN lagi di tahun 2014 di antara 10.000 mahasiswa baru yang diterima di Universitas Gadjah Mada.  Bukan, karena saya merasa salah jurusan, tapi bisa jadi ini ikhtiar saya membahagiakan orang tua. Di lain sisi, ada sekian ribu mahasiswa yang kecewa karena tidak diterima di jurusan ini, takut jika jatuhnya menjadi kufur nikmat. Mulculah tekad bagaimana caranya bisa tetap membahagiakan orang tua dengan saya berada di jurusan ini. Bismillah.
.---.
Saya anak IPA tulen, bahkan sejak SMP sudah berkutat dengan matematika dan fisika, meskipun sejujurnya menghindari biologi. Pertama kali tertarik dengan akuntansi  hanya karena terdengar keren namanya, padahal tidak tahu apa yang dipelajari disana.Benar-benar buta. Barulah pertama kali kelas Akuntansi Pengantar, dijelaskan apa arti kata “Akuntansi” tersebut, yaitu “Proses mencatat, mengklasifikasi dan merangkum transaksi/kejadian ekonomi dari sebuah entitas kemudian melaporkannya kepada penggunanya, baik pihak internal maupun eksternal entitas, sehingga berguna dalam pengambilan keputusan.”
Tidak sesederhana pengertiannya.“Kenapa ini dikredit, yang ini didebit? Kenapa ini masuk ke dalam laporan ini, sedangkan yang itu termasuk laporan yang lainnya? Kenapa ini bisa masuk sebagai akun ini? Lho, kok, kok dan kok?” Semua terkait logika dan kesepakatan, semua didasarkan pada peraturan yang ada. Tidak pernah kecewa untuk memahami transaksi-transaksi itu, meskipun pada semester dua kami mengenal sistem, hanya dengan memasukan transaksi, laporan keuangan dengan sendirinya tersedia. Simple. Akan tetapi, dari sana saya menyadari bahwa tugas kami kedepannya adalah mengambil keputusan terbaik untuk entitas-entitas yang membutuhkan.
Semester awal, hampir semua mata kuliah diikuti dengan kata pengantar, diantaranya Bisnis Pengantar, Akuntansi Pengantar, Ekonomi Pengantar, dan lain sebagainya. Waktu itu, masih bertanya-tanya mengenai dengan cara apa saya bisa tetap bertahan di fakultas ini. Sesuai dengan teori Charles Darwin, yang bisa beradaptasi yang kemungkinan besar akan bertahan. Maka, saya ciptakan alasan untuk bertahan di fakultas ini, cara saya dengan mengikuti beberapa kompetisi dan organisasi, di luar aktivitas belajar. Kenapa begitu? Karena menurut saya tantangan kuliah berbeda dengan sekolah, salah satunya saat kuliah kita butuh orang-orang yang se-visi, jikalau perlu senasib dan sepenanggungan, salah satunya kita bisa bergabung ke dalam sebuah atau beberapa organisasi. Dengan begitu saya bisa bertahan.
Pemanasan semester satu sudah cukup untuk menuju semester dua. Kebanyakan teman-teman yang memiliki background IPS, barulah merasakan berbagai pelajaran asing bagi mereka. Pada semester ini, baik anak IPA dan IPS seri, 0-0 . Meskipun, kami pada dasarnya masih berhadapan dengan mata kuliah kelanjutan dari semester sebelumnya.
Semester satu dan dua bisa dibilang waktunya menabung IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), semacam nilai rapor. Bedanya, IPK akan dihitung dari semester satu hingga semester terakhir (normalnya sampai semester delapan). Di lain sisi, banyak sekali godaan di semester ini, dimana kita sudah menjadi bagian dari sebuah organisasi, kemudian sudah cukup mengenal lingkungan sehinga tidak lagi kupu-kupu, kuliah pulang-kuliah pulang. Oleh karena itu, perlu disadari pentingnya rasa tanggungjawab, tanggungjawab kita terhadap diri sendiri dan oranglain, terutama amanah orang tua.
Naik ke semester tiga, kita tutup semua mata kuliah pengantar. Kemudian, kami diperkenalkan dengan berbagai konsentransi mata kuliah, diantaranya yaitu Konsentrasi Manajerial melalui mata kuliah akuntansi manajemen, Konsentrasi Keuangan melalui mata kuliah Manajemen Keuangan dan Akuntansi Keuangan Menengah, Konsentrasi Sistem melalui Sistem Informasi Akuntansi, dan lain sebagainya. Bisa dikatakan bahwa konsentrasi ini merupakan pengelompokkan mata kuliah sesuai dengan sektornya masing masing, seperti Manajerial, Keuangan, Sistem, Perpajakan, Publik, Pengauditan, dan Syariah. Meskipun, pada akhirnya kita diwajibkan untuk mengikuti berbagai mata kuliah dari semua konsentrasi tersebut. Akan tetapi, dari situlah kita akan menemukan passion untuk menentukan sektor mana yang paling sesuai dengan kemampuan dan yang menarik bagi kita.
Tantangan semester tiga tentu berbeda dengan semester sebelumnya, dimana di semester ini kita biasanya sudah diberikan tanggungjawab menjadi panitia suatu event organisasi kampus. Bahkan, terkadang ada yang harus dikorbankan. Secara teori lebih mudah untuk mengatakan akan mengorbankan berbagai aktivitas yang tidak penting, misalnya dengan menyempitkan waktu tidur. Praktiknya? Boleh berbeda, asalkan tetap berada di dalam koridor “bertanggungjawab”, perlu kita ketahui bahwa tanggungjawab tidak didasarkan pada besar kecilnya, tetapi dilihat dari bagaimana kita menyelesaikannya, karena seorang presiden pun belum tentu bisa menyelesaikan tanggung jawab seorang cleaning service (Lembaga Hidup-Buya Hamka).
Lanjut ke semester empat. Kunci di semester ini yaitu harus menjadi pemilih yang cerdas, memilih konsentrasi yang sesuai, memilih kesibukan yang dapat ditolerir, bahkan terkadang harus memilih antara liburan untuk pulang atau menetap di tempat rantauan (baca : kampus). Tidak hanya suatu event. Semester ini, tongkat estafet dari organisasi sudah diserahkan ke tangan kami. Program kerja dirancang untuk mencapai dari tujuan organisasi tersebut. Bukan main-main. Akan tetapi, tetap tenang saja, masih ada berberapa orang yang bisa menyeimbangkan antara organisasi, IPK, dan keluarga. Meskipun kecil, pastikan kita harus ada di dalamnya. Yang paling penting tetap fokus dan berikan yang terbaik dari setiap aktivitas kita, karena kita akan menuai setiap apa yang kita tanam, kecuali ada faktor-x lainnya.
Tawaran beasiswa cukup melimpah di semester ini. Alih-alih bentuk tanggung jawab sosial perusahaan mereka terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Bermodalkan beberapa sertifikat organisasi dan lomba, baik sebagai juara maupun sekedar peserta, saya berkesempatan menjadi salah satu penerima beasiswa Djarum Foundation, dengan sebutan sebagai  “Beswan Djarum”. Beasiswa ini menawarkan beberapa program pengembangan diri dan tentunya uang tunai . Awalnya, memang bergulat dengan hati, mengingat pendapatan utama perusahaan tersebut berasal dari “rokok”, alhasil setelah bertanya ke berbagai sumber terpercaya (versi saya), akhirnya saya memantapkan diri untuk mendaftar beasiswa tersebut.  Satu pelajaran yang saya ambil selama satu tahun menjadi Beswan Djarum yaitu seringkali zona nyaman membuat kita terlena hingga lupa jika ada area-area yang berbeda dari lingkungan homogen kita, sehingga terkadang enggan untuk mengambil pelajaran dari sana. Ya, saya dipertemukan dengan lebih dari lima ratus orang yang berasal dari berbagai budaya , tentu saja memiliki karakter yang tidak sama. Oleh karena itu, lingkungan cukup memberikan pembelajaran terhadap diri saya.
Lanjut ke semester lima, pada semester ini kami sudah diberikan hak untuk memilih berbagai mata kuliah pilihan, sehingga bisa jadi mata kuliah yang diambil antar teman seangkatan pun berbeda. Pilihan tersebut biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti karena sejalur dengan konsentrasinya nanti, untuk mendongkrak nilai, atau karena alasan teman. Beda-beda. Kalau saya, mengambil konsentrasi sektor publik dan syariah. Sehingga selain mata kuliah wajib, saya mengambil beberapa mata kuliah pilihan yang terkait konsentrasi tersebut, seperti  Ekonomi Islam, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Fiqh Ekonomika dan Bisnis, Manajemen Keuangan Publik, dsb.
Semester lima bisa dibilang masa-masa peralihan, dari yang disibukkan dengan dunia fakultas, kemudian kesibukkan itu akan segera berganti dengan kesibukan lainnya mengingat estafet organisasi harus kembali disalurkan ke generasi selanjutnya. Sebuah hadist riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah mengingatkan “ Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi percikan apinya mengenai pakainmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”. Oleh karena itu, penting memiliki teman yang bisa saling mengingatkan dan mengajak dalam kebaikan.
Sebelum beranjak ke semester selanjutnya, ada sedikit tips kecil yang perlu diketahui yaitu “Gagal itu bukanlah menjadi masalah, setidaknya kita tau hasil dari percobaan kita”. Semua bermula dari mencoba, pada semester lima saya berkesempatan untuk mengikuti konferensi internasional. Awalnya coba-coba, dan tidak tahu bagaimana proses seleksinya, ataukah benar-benar diseleksi dari sekian ribu berkas, atau hanya diundi, yang jelas itu rejeki dari hasil coba-coba. Oleh karena itu, sering kali kita berdoa untuk mendapatkan ini atau itu, akan tetapi lupa untuk memulai usahanya, salah satunya usaha nekat dengan mencobanya. Akan tetapi perlu digarisbawahi, ketika kita mencoba-coba perlu kita ketahui apa konsekuensinya.
Awal kiranya semester enam sudah terlepas dari kesibukan di luar kegiatan kuliah, ternyata kesibukan itu berlipat ganda, bahkan tugas kuliah menumpuk hingga beranak pinak. Alay. Tidak hanya tugas yang luar biasa, tetapi juga keriwuhan untuk mempersiapkan KKN, dan berbagai kegiatan lainnya yang bersamaan. Semua ingin diprioritaskan. Hal ini merupakan bagian dari proses, bisa jadi kedepannya kita akan menghadapi hal serupa atau bahkan lebih dari yang sekarang, tapi kita tidak perlu khawatir karena telah belajar sebelumnya.
Lanjut ke semester tujuh, bisa dikatakan semester tujuh saya jadikan sebagai semester untuk beristirahat karena mata kuliah yang diambil tinggal beberapa saja, pilah-pilah kegiatan sebagai persiapan untuk life plan berikutnya. Semua kegiatan sebelumnya memang memberikan pelajaran masing-masing untuk kedepannya. Akan tetapi ada kesadaran untuk memulai kembali ke rumah, istilahnya ngurusin desa sendiri. Belajar untuk memberikan sedikit manfaat untuk daerah asal, karena dengan anggapan bahwa mahasiswa dengan segudang ilmunya tentunya masyarakat berharap akan kebermanfaatannya untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi lingkungannya.
.--.
Hal yang paling penting dari setiap bagian rangkaian semester di atas, menurut saya yaitu semua tanyakan pada tujuan awal, apakah masih di dalam koridornya atau tidak, jika tidak, kita tidak harus meninggalkannya, mungkin hanya butuh sedikit menyesuaikannya saja, sedikit usaha, hadapi, dan FULL TILT!!!

-SEKIAN-

Share on Google Plus

About Unknown

0 comments:

Post a Comment