Your Future Nutritionist
Riyana Rochmawati – Gizi Kesehatan FK UGM 2014
'Let food be thy medicine' - Hippocrates
Makanan sebagai obat? Memang begitu seharusnya. Ketika pola makan kita tepat, secara fungsional makanan bisa membuat kita selalu sehat dan bugar bahkan sebagai obat. Misalnya saja ketika kamu terserang flu, coba konsumsi jus jambu dan buah-buahan tinggi vitamin C lainnya. Pasti cepet sembuh! Selain itu, tanpa kita sadari apa yang kita makan juga berpengaruh terhadap kehidupan kita. Bukan hanya pada kesehatan saja, ternyata makanan juga berpengaruh terhadap psikologis seseorang. Pernah mendengar kan bahwa gluten nggak bagus buat anak autis? coklat bisa meningkatkan mood kamu? teh berefek menenangkan? ditraktir makan berefek membahagiakan? *eh haha yang itu bukan termasuk ya. Bahkan di dalam Al-Qur'an Allah berfirman :
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi."
(QS. Al-Baqarah:168)
Artinya soal makan kita dianjurkan untuk memilih dan mengatur, tidak hanya asal makan saja. Jaman sekarang banyak diet yang notabene bagus untuk kesehatan mulai dari diet mayo, diet golongan darah, OCD, hingga food combining. Istilahnya fad diet atau diet yang belum teruji secara ilmiah. Pemahaman orang tentang diet juga masih salah kaprah. Diet artinya mengurangi makan bahkan tidak makan. Apa artinya kalau kamu lagi ngirit terus nggak makan namanya diet? Bukan itu maksudnya. Diet artinya mengatur mbuh piye carane (ada caranya sih :p) agar makanan yang kita makan bisa menunjang kualitas hidup kita karena tepat. Tepat kebutuhan, tepat jenis, dan tepat kondisi. Wah terus gimana cara ngaturnya? Info lebih lanjut silahkan hubungi ahli gizi/nutritionist.
Dari Gigi ke Gizi
Awalnya aku nggak pernah kepikiran jadi mahasiswa jurusan gizi. Bahkan sampai semester 2 aku masih suka nyesek kalau dari depan lobi prodi ngliatin tetangga sebelah. Anak kedokteran gigi. Berawal dari ayahku yang pernah punya masalah gigi bahkan sampai bolak balik operasi, di masa depan aku ingin jadi dokter gigi. Alasan lainnya karena memang dari dulu sukanya biologi sama kimia, jadi ya salah satu pilihannya jadi tenaga medis. Entah dokter, apoteker, atau farmasi. Tapi ketika udah bontang-banting belajar, berdoa, bahkan dinding kamar udah ditempelin “your future dentist” plus foto dokter gigi cantik yang lagi senyum lima senti, Ibukku tanya, “Kamu yakin? Sesuai sama kamu?” Setelah diskusi lama tentang kesesuaian karakter, passion, dan kemampuanku, akhirnya disimpulkan kalau dokter gigi kurang tepat jadi profesi masa depanku. Aku lebih suka pekerjaan yang banyak public speaking, konsultasi alias dengerin orang curhat, dan nggak terlalu banyak hal teknis misal nyabut gigi, njahit luka, dsb. Tapi nggak jauh juga dari ranah medis. Kemudian mulailah aku mengenali adanya profesi ahli gizi.
Bedanya ahli gizi/nutritionist, dietitian, dan dokter spesialis gizi
Biasanya media juga nih yang sering salah menafsirkan profesi. Mentang-mentang ngomongin diet rendah kholesterol disebutnya ahli gizi. Padahal mah dokter atau tenaga medis lain. Anak gizi pasti gemes. Ahli gizi itu meliputi nutritionist dan dietitian. Orang yang lulus dari jenjang pendididikan gizi baik D3/D4/S1 namanya nutritionist. Ketika mereka melanjutkan pendidikan profesi hingga mendapatkan sertifikasi namanya dietitian. Keduanya berbeda dengan dokter spesialis gizi yang S1 nya pendidikan dokter kemudian mengambil pendidikan spesialis (cuma Indonesia yang punya spesialis gizi). Ranah kerjanya juga beda. Ahli gizi sebenarnya lebih ke ranah preventif dan maintaining sedangkan dokter ke arah curing. Prinsipnya ahli gizi bertugas membuat makanan menjadi maksimal fungsinya sehingga menghindarkan orang sakit walaupun kami juga terlibat dalam penentuan diet pasien-pasien di rumah sakit. Sedangkan dokter lebih kepada pengobatan pasien.
Belajar apa aja di jurusan Gizi?
Gizi Kesehatan di UGM masuk dalam Fakultas kedokteran jadi belajarnya nggak jauh-jauh dari ilmu medis dasar, gizi dasar, gizi pada orang normal, dan gizi patologis. Belajar masak nggak kak? Yap mulai masak enak ala ala western sampai masak makanan buat dimasukin ke selang NGT pasien ICU. Jadi ilmu yang dipelajari di gizi sangat lengkap. Kamu bisa belajar ilmu biomedis, gizi manusia, ilmu pangan, ilmu sosial seperti management, komunikasi dan psikologi, bahkan kewirausahaan dan ekonomi mikro.
Setelah lulus jadi apa?
Lulusan pendidikan gizi bergelar S.Gz dan setelah profesi ditambah Registered Dietitian (RD). Nah, setelah kamu lulus, yuk jadi ahli gizi di mana pun kamu suka! Banyak hal yang bisa kamu lakukan sebagai ahli gizi. Jurusan ini mewadahi orang dengan berbagai passion. Secara umum fokus peminatannya dibagi menjadi gizi klinik, gizi institusi, dan gizi masyarakat. Kalau suka medis jadilah ahli gizi rumah sakit, suka hal yang dinamis dan pengembangan produk jadilah ahli gizi perusahaan makanan, suka hal birokrasi jadilah ahli gizi kemenkes, suka sosial jadilah nutrition specialist misalnya di UNICEF. Suka hal yang berbeda? Sport nutritionist bisa jadi pilihan. Salah satu contohnya dosen kami adalah ahli gizi timnas U-19 yang kemana mana ngomongin evan dimas *eh. Banyak sekali ranah yang bisa kamu masuki. Kalau kamu orang yang kreatif, kamu bisa saja membangun restoran sehat + konsultasi gizi mandiri atau membangun Rumah Sehat ketimbang Rumah Sakit. Seru kan?
Your Future Nutritionist
Aku sangat bersyukur sebagai mahasiswa gizi karena ilmunya sangat aplikatif dan dekat dengan masyarakat. Gimana caranya nurunin berat badan? Kalau aku makan jam segini masih boleh nggak ya? Kalau ayahku sakit DM nggak boleh makan gula ya?. Yah kamu bertanya kepada orang yang tepat*kemudian buka buku* hehe.
Profesi ahli gizi ini adalah salah satu profesi yang diproyeksikan cukup menjanjikan di masa depan. Kenapa? Semakin hari orang semakin sadar untuk hidup sehat dipicu tingginya lifestyle disease (penyakit karena gaya hidup) misalnya diabetes mellitus, kanker, dan penyakit jantung. Selain itu gizi sering dikaitkan dengan tubuh ideal untuk menunjang performance. No hunger! Salah satu poin SDGs juga menamparku tentang masih banyak orang yang membutuhkan peran profesiku dalam menangani kasus kelaparan. Double burden malnutrition. Dilema ketika masih banyak anak di Indonesia yang kurang gizi tapi di sisi lain banyak juga yang obesitas. Itu bukan hal remeh ketika dikaitkan dengan produktivitas mereka di masa depan. Wah ternyata banyak banget hal yang bisa kita lakukan sebagai ahli gizi saat ini apalagi di masa depan. So, do you dare to be future nutritionist?


0 comments:
Post a Comment